Shibori
adalah teknik jumputan dari Jepang dimana selembar kain dilipat atau diserut
atau diikat atau dijahit sedemikian rupa, lalu dicelup ke pewarna untuk
menghasilkan berbagai motif unik. Ada 3 teknik sederhana yang
bisa kamu praktekkan juga di rumah. Sebenarnya hampir semua jenis kain
bisa digunakan asal kain berserat alami. Kalau kain sintetis biasanya warnanya
susah menempel. Untuk pewarnanya, jika sulit mendapatkan bubuk indigo yang
merupakan warna khas dari Shibori, bisa digunakan pewarna tekstil bentuk
bubuk merk Dylon warna biru tua yang biasa dijual di pasar.
ALAT DAN BAHAN
Kain blacu
Kelereng
Pipa paralon
Karet gelang
Impraboard
Panci
Capitan
Baki atau wadah datar ukuran besar
Sarung tangan karet atau plastik
Garam
Pewarna tekstil
POLA SALUR
Bentangkan kain, letakkan pipa paralon di salah satu sudut kain secara
diagonal, lalu gulung kain. Serut kain lalu ikat dengan karet gelang di
beberapa bagian sepanjang pipa.
POLA LINGKARAN
Manfaatkan kelereng untuk menghasilkan pola lingkaran. Kami mencoba
membuat pola lingkaran yang disusun membentuk huruf “S”. Caranya buat sketsa
huruf yang diinginkan dengan pensil, tandai di beberapa titik dengan jarak
sekitar 7-10cm. Tempatkan sebutir kelereng di tengah titik, bungkus dengan kain blacu,
lalu ikat dengan karet gelang.
POLA SEGITIGA
Lipat bolak-balik kain blacu sebanyak empat kali. Gunting
Impraboard menjadi bentuk segitiga sebanyak dua buah dengan ukuran lebar
sedikit lebih kecil dari lebar kain blacu yang sudah dilipat. Lipat bolak-balik
kain blacu membentuk segitiga sesuai ukuran pola. Letakkan impraboard segitiga
di atas dan di bawah tumpukan. Kencangkan dengan karet gelang. Impraboard ini
gunanya untuk mencegah pewarna meresap ke bagian tengah lipatan. Jadi harus
dipastikan agar impraboardnya cukup kencang menjepit kain ya.
MEWARNAI
KAIN
Bila kain blacu sudah dalam keadaan terlipat atau terikat, panaskan air
sebanyak dua liter dalam panci besar. Setelah mendidih, masukkan garam dan
bubuk pewarna tekstil dengan perbandingan 2:1. Untuk air sebanyak dua liter
cukup dua sendokteh garam dan 1 sendokteh pewarna. Campuran ini sudah bisa
digunakan untuk mewarnai cukup banyak kain dalam ukuran kecil. Masukkan
kain-kain blacu lalu rendam selama 2 menit. Untuk motif salur, bila susah
merendam pipa paralon, bisa coba mengguyur kain blacunya dengan bantuan
centong.
SPONSORED
CONTENT
Setelah
2 menit, ambil kain-kain dengan bantuan capitan. Tiriskan lalu pindahkan
ke atas baki. Tunggu hingga kain sudah dingin, baru buka ikatan
perlahan-lahan. Jemur kain di tempat teduh yang tidak terkena sinar matahari
langsung.
Coba
gunakan kain berukuran kecil untuk menjajal teknik yang kamu suka sebelum
mengerjakan project berskala besar. Kami menggunakan kain-kain blacu ukuran
50x50cm agar bisa mencoba beberapa teknik. Kain-kain ini bisa dijahit menjadi cushion cover,
atau mungkin jadi headscarf.
Untuk alas piknik, kamu bisa memakai kain berukuran 125x180cm
lalu menambahkan kain pelapis di bagian bawahnya.
Kamu
bisa bereksperimen sendiri mencoba cara lain untuk mengikat kain blacu
atau mengubah potongan impraboard jadi bentuk bulat, misalnya. Selamat mencoba!
Shibori
merupakan istilah Jepang yang digunakan untuk mendefinisikan berbagai cara
menghias kain atau bahan tekstil dengan cara mencelup kain yang sudah diikat,
dijahit, atau dilipat sesuai pola tertentu. Di indonesia sendiri, shibori biasa
disebut jumputan walaupun secara teknik masih dilakukan dengan cara-cara yang
cukup sederhana. Berbeda dengan kain tekstil yang dijual di toko kain pada umumnya, shibori memiliki
keistimewaan tersendiri berupa unsur warna dan motif yang tidak terduga dari
proses pencelupan.
Teknik
menghias kain secara tradisional yang cukup populer di Jepang ini biasa
dilakukan menggunakan bahan celup indigo alami diatas kain katun putih. Tidak
seperti teknik tie-dye yang berkembang pada umumnya, shibori lebih berfokus
pada pola desain secara keseluruhan yang pengutamakan pengendalian pola.
Shibori yang masuk kedalam kategori celup ikat ini dikembangkan di beberapa
negara, seperti Indonesia dan Jepang.
Sumber
: http://theardentthread.com
Shibori
sendiri lebih menerapkan teknik resist-dyeing, atau proses pencelupan sebagian
kain dengan cara mencegah bagian lainnya agar tidak terkena zat warna. Resist
itulah yang berperan untuk menghentikan bahan pewarna agar tidak menyerap ke
bagian kain yang tidak diinginkan. Oleh sebab itulah dalam membuat Shibori,
pemahaman mengenai teknik celup ikat ini sangat dibutuhkan.
Sumber
: http://www.suzusan.com
Tidak
mengherankan jika para pakar Shibori di Jepang dianggap sebagai harta nasional,
sampai-sampai hasil karyanya disimpan di museum-museum dan sebagian dikoleksi
secara pribadi oleh para pecinta kain tradisional. Karena pada dasarnya teknik
yang digunakan dalam membuat shibori tak hanya tergantung pada pola hiasan yang
akan dibuat tapi juga karakteristik kain.
Sumber
: http://www.bedeckhome.com
Berikut
beberapa jenis Shibori yang cukup populer dan paling banyak diaplikasikan untuk
menghias kain.
Shibori
Kanoko
Shibori
Kanoko dibuat dengan cara mengikat kain pada bagian tertentu untuk mencapai
pola yang diinginkan. Pada dasarnya pola yang dihasilkan sangat tergantung pada
seberapa ketatnya ikatan kain dan bagian mana ikatan tersebut diterapkan. Bika
sebelumnya kain diikat secara acak, maka pola yang dihasilkan akan berbentuk
bulatan-bulatan yang tidak beraturan.
Sumber
: https://www.risingsunimports.com
Shibori
Miura
Shibori
Miura yang dikenal sebagai ikatan loop (lubang) merupakan teknik menghias
kain yang dilakukan dengan mencabut bagian-bagian tertentu pada kain dengan
menggunakan jarum kait. Benang tersebut tidak disimpul mati melainkan
dikencangkan. Hasil akhir dari proses ini yaitu berupa selembar kain yang
memiliki kemiripan dengan pola air.
Sumber
: http://narablog.com
Shibori
Arashi
Shibori
Arashi merupakan jenis shibori yang buat dengan cara melilitkan kain pada
sebuah tiang, lalu diikat kencang dengan benang disepanjang tiang. Setelah itu
kain didorong hingga membentuk sebuah kerutan. Sesuai dengan namanya shibori
arashi akan menghasilkan kain lipit berpola serong yang menyerupai hujan dikala
badai.
Sumber
: http://www.surfacedesign.org
Shibori
Kumo
Shibori
Kumo dibuat dengan mengikat bagian-bagian tertentu pada kain secara halus dan
merata. Selanjutnya kain tersebut diikat menjadi bagian-bagian yang berdekatan
satu sama lain, sehingga menghasilkan pola hiasan yang mirip sarang laba-laba.
Sumber
: https://www.flickr.com
Shibori
Nui
Shibori
Nui dilakukan dengan membuat jahitan jelujur sederhana pada selembar kain
kemudan menariknya seketat mungkin supaya menghasilkan sebuah kerutan yang
rapat. Dibandingkan dengan teknik lainnya, pembuatan shibori nui cenderung
memakan waktu yang cukup lama meski pola hiasan yang dihasilkan jauh lebih
bervariasi.
Seperti
halnya teknik jumputan yang berkembang di Indonesia dalam pembuatan kanoko
shibori alat-alat yang dibutuhkan diantaranya berupa sendok ukur, kain katun
berwarna putih, garam, benang tebal atau karet gelang, panci, sarung tangan
karet, spatula dan pewarna kain. Pertama-tama cuci kain yang telah dipersiapkan
menggunakan air bersih.
Sumber
: http://crafts.tutsplus.com
Letakkan
kain tersebut diatas meja kayu yang rata secara mendatar.
Sumber
: http://crafts.tutsplus.com
Ikat kain
pada beberapa bagian sesuai dengan pola atau ragam hias yang diinginkan
menggunakan benang atau karet gelang.
Sumber
: http://erinlouise.com
Campurkan
1 paket pewarna kain dengan air panas secukupnya, sambil diaduk menggunakan
spatula masukkan garam sebanyak 5 sendok makan. Biarkan campuran air dan
pewarna menyatu sesuai dengan suhu ruangan.
Sumber
: http://crafts.tutsplus.com
Rendam
kain yang sudah diikat kedalam campuran pewarna selama kurang lebih 20 menit
sampai zat warna meresap sempurna kedalam serat kain.
Sumber
: http://artthreads.blogspot.com
Cuci kain
dengan air dingin hingga warna airnya berubah menjadi jernih kemudian lepaskan
semua ikatannya. Bilas kembali kain tersebut dengan air bersih.
Sumber
: http://www.prillamena.com
Terakhir,
jemur kain dibawah sinar matahari dan tunggu hingga mengering.
Shibori
merupakan teknik menghias bahan tekstil dari Jepang yang dapat diperoleh dengan
cara mengikat, melipat, memelintir atau menekan kain. Salah satu jenis shibori
yang sangat populer yaitu berupa arashi shibori yang memiliki pola hias
berbentuk garis-garis menyerupai hujan dikala badai. Arashi shibori dikenal
juga sebagai shibori yang dililitkan di sekeliling silinder, lalu diikat
kencang dengan benang kemudian didorong hingga berkerut.
Sumber
: http://blog.eltarrodeideas.com
Dalam
membuat arashi shibori, perlengkapan yang dibutuhkan diantaranya berupa kain
sutra atau katun berwarna putih, sendok ukur, pipa PVC, benang, gunting,
pewarna kain, garam untuk penguat warna, spatula, panci, sarung tangan karet,
dan baskom berisi air dingin.
Sumber
: https://onesmallstitch.wordpress.com
Proses
pembuatan arashi shibori dimulai dengan melilitkan kain pada bagian luar pipa
PVC dan mengikatnya menggunakan benang yang telah dipersiapkan.
Sumber
: http://honestlywtf.com
Setelah
seluruh bagian kain yang melilit di sepanjang pipa terikat dengan kuat,
selanjutnya dorong kain hingga berkumpul pada ujung pipa dan membentuk sebuah
kerutan yang sangat rapat.
Sumber
: http://quilterb-bethsblog.blogspot.com
Tuangkan
pewarna kain dan garam sebanyak 5 sendok makan ke dalam panci yang berisi air
panas kemudian aduk secara merata menggunakan spatula.
Sumber
: http://honestlywtf.com
Celupkan
kain yang terikat pada pipa PVC ke dalam larutan pewarna dan diamkan selama
beberapa menit.
Sumber
: http://honestlywtf.com
Setelah
zat warna meresap sempurna ke dalam serat kain, pindahkan gulungan kain tersebut
ke dalam baskom berisi air dingin untuk proses fiksasi sekaligus menghilangkan
sisa pewarna yang tidak terserap oleh kain.
Sumber
: http://pixgood.com
Lepaskan
benang yang terikat kuat disepanjang pipa menggunakan bantuan gunting, kemudian
bilas kembali kain tersebut menggunakan air bersih.
Sumber
: http://honestlywtf.com
Terakhir,
jemur kain dibawah sinar matahari dan biarkan mengering secara alami.
Artikel
sebelumnya telah membahas macam-macam kain jumputan.... nahhh sekarang kita
bahas bagaimana proses membuat kain jumputannya. Prosesnya terbilang simpel dan
sederhana. Bahan dan alat yang digunakan juga mudah didapat. Kain jumputan
lebih sering disebut kain tie-dye (ikat celup). Prosesnya hanya dengan
mengikat-ikat kainnya lalu dicelup pada pewarna. Tanpa ada proses pelilinan
seperti pada batik. Pada kain jumputan, yang digunakan untuk mencegah
terserapnya pewarna pada bagian yang diikat yaitu memakai tali rafia, karet,
biji-bijian, balok-balok kayu, setik-setik atau jahitan. Kain jumputan bisa
dibuat dengan satu warna atau beberapa warna.... hemmm masih bingung n gak
kebayang yahh... Yuks belajar proses pembuatannya...
1.
Siapkan alat dan bahannya
Alat dan
bahan berupa kain putih (katun, sutra), sabun cuci/ detergen, bahan pengisi
(batu kecil, kelereng, biji-bijian), balok kayu, bahan pengikat (tali rafia,
karet, benang), jarum, gunting, pewarna (sintetis/ alam), botol, karet busa,
kuas, sarung tangan, kompor, panci, dan setrika. Alat dan bahan tersebut mudah
didapat, misalnya dapat dibeli ditoko, dapat dibuat sendiri atau memanfaatkan
barang-barang bekas yang ada disekitar rumah.
2.
Siapkan Kain
Kain yang
akan diwarna dicuci dengan air panas yang dicampur dengan sabun. Hal ini
dilakukan untuk menghindari kain mengkerut. Setelah dicuci dengan air sabun,
kain dibilas hingga bersih dan peraslah. Selagi masih lembab lakukan proses
pengikatan.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
3.
Proses Pengikatan Kain
Buatlah
pola desain sebelum proses pengikatan. Pada tahap permulaan, kita berlatih
membuat pola dasar. Setelah itu kita dapat melanjutkan latihan dengan pola yang
lebih variatif. Bisa juga dengan menjumput kain dan masukan batu lalu ikatlah.
Buatlah beberapa jumputan.
(Sumber
gambar: http://yokimirantiyo.blogspot.com)
Ingin belajar membatik? Klik Disini untuk
melihat video tutorial membatik.
4.
Proses Pewarnaan
Warna
mempengaruhi hasil desain. Penggunaan warna lebih dari satu lebih rumit dalam
pengerjaannya. Pewarnaan dimulai dari warna yang paling muda. Warna gelap
digunakan pada tahap pewarnaan paling akhir. Untuk membuat berbagai warna
digunakan tiga warna dasar merah, kuning dan biru. Campuran warna merah dan
biru menghasilkan warna ungu. Merah dan kuning menghasilkan warna jingga atau
orange. Kuning dan biru menghasilkan warna hijau. Untuk menghasilkan warna muda
digunakan pewarna yang encer. Untuk warna tua digunakan pewarna yang pekat dan
kental.
Pewarnaan
bisa dilakukan seperti saat pewarnaan kain batik. Namun biasanya untuk
menghasilkan warna yang bagus dan tahan lama, kain jumputan diwarna dengan cara
direbus. Caranya: siapkan panci pewarnaan. Perhitungkan besar kecilnya panci
agar dapat menampung seluruh kain yang akan diwarna. Panci harus cukup besar
untuk menampung kain sehingga kain tidak tumpang tindih. Isilah panci dengan
air panas, lalu masukkan pewarna yang warnanya gelap karena lebih mudah merata
daripada yang terang. Pewarna yang warnanya terang dapat diencerkan untuk
mendapatkan hasil yang rata. Letakkan panci di atas api agar tetap panas selama
proses pewarnaan. Hasil pewarnaan akan awet. Gunakan bilah kayu untuk
memutar-mutar kain dalam larutan sampai warnanya merata.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
5.
Proses Pencucian Kain
Proses
pewarnaan dilakukan selama satu jam. Kain kemudian diangkat dan dibilas dengan
air yang mengalir hingga bersih. Rendamlah kain yang sudah bersih tersebut
dalam larutan cuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah agar warna kain tidak
luntur. Setelah dibilas bersih, ikatan pada kain dilepas satu persatu. Kain
dibilas lagi dalam air mengalir hingga jernih. Setelah bersih, kain
dibentangkan di jemuran agar kering. Kain yang sudah kering disetrika supaya
kain halus dan pola yang dihasilkan terlihat.
Ada
beberapa teknik untuk menghasilkan motif yang unik dan menarik yang bisa kita
pilih, antaranya yaitu:
a. Ikat
Mawar
Kita mulai
membuat lingkaran dengan menjumput kain. Ikatan bagian dasar jumputan dengan tali
karet. Garis tengah lingkaran yang akan terbentuk dua kali tinggi jumputan
kain.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
b. Ikatan
Mawar Berbelit atau Ledakan Matahari
Membuat
pola ikatan mawar berbelit sama seperti membuat ikatan mawar. Kita mulai
mengikat bagian dasarnya. Teruskan dengan membuat ikatan spiral menuju puncak
jumputan. Bila ingin membuat pola yang lebih rumit lagi buatlah tali yang lebih
banyak.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
c. Ikatan
Donat atau Mawar Ganda
Ikatan
donat membentuk pola desain lingkaran berlapis. Ikatan donat dibuat dengan cara
memegang dasar kain dengan tangan kiri.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
Ingin membeli alat-alat membatik? Klik Disini untuk
mendapatkan alat-alat membatik.
d. Ikatan
Garis
Kita
memulai membuat garis dengan kapur atau pensil. Kain dilipat menurut garis dan
diikat kuat-kuat. Untuk membuat beberapa garis, tariklah beberapa garis
pedoman.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
e. Ikatan
Garis Ganda
Garis
ganda digunakan untuk membuat pola desain kain yang ukurannya tidak beraturan.
Untuk menciptakan garis yang tidak teratur mulailah dengan membuat lipatan.
Tekuklah kemudian jumputlah untuk membuat ikatan.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
f. Ikatan
Pengerutan
Teknik
pengerutan menghasilkan desain pola marmer. Pola marmer dibuat dengan cara
mengerutkan kain secara tidak teratur. Ikat kain kuat-kuat agar kerutan tidak
lepas. Bila ikatannya kuat, maka menghasilkan motif ceplok-ceplok putih.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
g. Ikatan
Penggumpalan
Teknik
penggumpalan baik sekali digunakan untuk mewarnai kain yang sempit dengan pola
bebas. Pola ini dapat dibuat dengan cepat dan mudah. Bentuklah kain menjadi
gumpalan, lalu ikat dengan tali karet. Bila kainnya basah dan ikatannya kuat, maka
warna yang terserap sedikit.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
h.
Mengikat Benda
Pola ini
dibuat dengan mengikat benda yang ukurannya seragam. Contohnya kelereng yang
diikat dengan teknik ikatan mawar kecil. Bila ikatan-ikatan itu dipasang
berjajar, maka pola yang dihasilkan berupa jajaran lingkaran yang seragam.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
i. Ubar
Setik
Pola ini
pembuatannya lebih rumit. Membuat ubar (warna) setik diperlukan benang dan
jarum. Desain garis dibuat dengan cara menjahit jelujur membentuk garis. Desain
pola donat dibentuk kupu-kupu, jantung, daun atau bentuk apapun sesuai dengan
desain yang kita inginkan. Ujung benang pada setik ditarik kuat-kuat dan diikat
sebelum diwarna.
(Sumber
gambar: Buku “Batik dan Jumputan” by Joko Dwi Handoyo)
Ingin membeli batik tulis eksklusif? Klik Disini untuk
melihat katalog kain batik.
Kain
Jumputan dengan berbagai teknik dan motif
(Sumber
gambar: http://etalasemuslimah.wordpress.com)
(Sumber
gambar: http://soerya.surabaya.go.id)
Selamat
mencoba dan mempraktekkan... Semoga bermanfaat....
Mencari
pewarna kain? Lihat katalognya Di sini.
Kain
pelangi atau kain jumputan merupakan produk kerajinan tenun yang diciptakan
dengan teknik tie and dye. Di Indonesia sendiri, istilah tie dye sepertinya jarang
digunakan karena sebagian masyarakat lebih sering menyebutnya dengan nama kain
jumputan atau kain tenun ikat. Meski dibuat melalui serangkaian proses yang
sama namun corak antara kain yang satu dengan lembaran lainnya bisa dipastikan
tidak ada yang serupa. Oleh sebab itulah kain jumputan yang terkesan eksklusif
menjadi sangat terkenal dan dikagumi oleh banyak orang.
Sumber
: http://www.indokabana.com
Teknik tie
dye diduga berasal dari seni bandhu yang usianya hampir sama dengan negeri
India. Sedangkan para arkeolog menyebutkan bahwa tie dye sudah ada sejak 5000
tahun yang lalu di Mesopotamia, India, Peru, Mexico, Yunani, dan juga di Roma.
Hal ini diperkuat dengan ditemukannya sebuah mummi dari tahun 1000 SM di Mesir
yang dibalut dengan kain unik menyerupai kain jumputan. Kain tersebut diduga
kuat berasal dari India dan menyebar hingga ke Mesir.
Sumber
: http:// www.effendygallery.wordpress.com
Bukti lain
dari keberadaan teknik tie dye tertera pada Prasasti Sima yang dibuat pada abad
ke-10. Prasasti tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia telah berkembang dengan
pesat teknologi pembuatan kain yang memiliki pola hias seperti pola tie dye
atau jumputan. Hanya saja istilah yang digunakan oleh masyarakat untuk menyebut
kain tersebut berbeda-beda.
Sumber
: http://azanklysm.blogspot.com
Masyarakat
Palembang menyebut kain tie dye dengan istilah kain pelangi, masyarakat
Banjarmasin menyebutnya dengan nama Sasirangan, sedangkan masyarakat Jawa
menggunakan istilah tritik untuk mendefinisikan kain yang sama.
Sumber
: https://anjaria0106.wordpress.com/
Kepopuleran
teknik tie dye menjadi semakin meningkat ketika kaum hippies Amerika sering
mengenakan busana yang dibuat dengan teknik tersebut pada akhir tahun 70-an.
Motif-motif yang ditampilkan sebagian besar memuat nilai kehidupan dan
kebebasan yang terinspirasi dari sejarah perang nuklir tahun 50-an. Di
Indonesia sendiri, pengembangan kain ikat atau jumputan dipelopori oleh Ghea
Sukasah Panggabean dan Carmanita Mambu.
Sumber
: http://www.tempo.co
Kain yang
diidentikkan dengan unsur tradisional ini pada awalnya dibuat dengan bahan
pewarna alami yang diperoleh dari lingkungan sekitar. Namun seiring dengan
perkembangan dunia mode, teknik tie dye mulai dimodifikasi menjadi sebuah
teknik modern yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk fashion seperti
kaos, rompi, jaket, jeans, legging, dan aksesoris.
Sumber
: https://jumputankito.wordpress.com/
Meskipun
teknik celup ikat dapat diterapkan pada berbagai macam jenis kain, namun kain
berbahan sutra atau katun tetap menjadi pilihan terbaik untuk mendapatkan hasil
yang maksimal.
No comments:
Post a Comment